JARAN SLINING TONGGAK
BUDAYA KOTA PISANG DI KANCAH NUSANTARA
Indonesia
adalah negara kepulauan yang dikenal dengan keragaman budayanya. Masyarakat di
negeri ini hidup berdampingan dan memeluk erat adat istiadat yang lahir dari
nenek moyang bangsa Indonesia. Keragaman budaya itu tetap dijaga dan
dilestarikan oleh seluruh lapisan masyarakat. Setiap daerah di nusantara
memiliki ciri khas dan corak kebudayaan yang berbeda dengan daerah lainnya.
Perbedaan ini menciptakan akulturasi budaya yang menambah ragam budaya baru. Meski
hidup di tengah keragaman budaya yang unik dan menarik, masyarakat Indonesia
mampu mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsanya dibawah naungan semboyan
“Bhineka Tunggal Ika” yang artinya, berbeda-beda tetapi tetap satu jua.
Kebudayaan ini terus berkembang dan tetap lestari tidak tergerus globalisasi.
Filosofi-filosofi dalam setiap budaya masih dipercaya oleh masyarakat, keaslian
budaya baik dalam musik, tari, atau adat istiadat selalu dijaga. Kebanggan
terhadap budaya negeri sendiri masih bersarang pada diri masyarakat Indonesia.
Meski modernisasi mulai menyelimuti negara kita, beberapa masyarakat tetap
menjaga dan melestarikan budayanya agar
tidak menjadi punah dimakan zaman. Ragam budaya di setiap daerah memiliki
sejarah, ciri khas, keunikan dan filosofi masing-masing sesuai daerahnya,
termasuk budaya di Kabupaten Lumajang.
Kebudayaan
di Kabupaten Lumajang dikenal dengan nama “Pendalungan” yang berasal dari kata
“danglung”. Kebudayaan ini lahir dari akulturasi budaya Jawa dan Madura yang
menghasilkan corak budaya khas Lumajang dengan unsur budaya Jawa dan Madura yang
masih melekat di dalamnya. Dalam budaya pendalungan
muncul etnik budaya yang didominasi oleh alat musik danglung yaitu sebuah kentongan dari
kayu nangka. Pendalungan juga
melahirkan lima seni tari khas yang tetap lestari di tengah hiruk pikuk
modernisasi masyarakat, yaitu Jaran Kencak, Godril Lumajangan, Jaran Slining,
Gelipang Rodat, dan Topeng Kaliwungu. Selain terkenal dengan Kota
Pisang, Lumajang juga terkenal dengan kesenian Jarannya. Jaran atau kuda ini
menjadi ikon Kabupaten Lumajang pada saat peringatan Harjalu (Hari Jadi
Lumajang) ataupun kegiatan kesenian lainnya. Salah satu kesenian yang unik dan
menarik dari Kota Pisang ini adalah Jaran Slining. Seni tari dengan ritme musik
yang cepat ini seringkali menjadi hiburan pada acara hajatan di berbagai
kalangan masyarakat.
Aset
Lumajang yang merupakan turunan dari Jaran Kencak ini memiliki irama rancak
tanpa gerakan pakem. Lahir dari masyarakat bawah, Jaran Slining menjadi hiburan
yang digemari masyarakat pada masa itu. Para petani menggunakan anyaman dari
bambu untuk membuat jaran atau kuda. Satu orang menunggangi kuda dan satu orang
pengencak dengan membawa pecut atau sapu lidi adalah sepasang penari dalam
Jaran Slining. Keduanya menari mengikuti irama musik seronen. Musik yang
terdiri dari alat musik gong, gendang dan danglung
ini mengalun mengiringi sepasang penari yang mengembangkan gerak tari secara
bebas atau sesuai kreativitasnya. Gerakan
dalam tarian ini merupakan apresiasi dari manusia yang menunggangi kuda karena
dahulu kuda menjadi alat transportasi utama dan menunggang kuda adalah olahraga
yang digemari masyarakat. Pengencak menggunakan topi (kopyah) yang agak tinggi,
namun seiring berkembangnya kreativitas seni, kopyah
pada pengencak diganti dengan aksesoris kepala berbentuk setengah lingkaran
dengan warna yang beragam atau aksesoris lainnya yang menambah kesan ceria pada
pengencak. Jaran Slining menjadi semakin semarak dan menarik dengan pakaian
para penari yang didominasi oleh warna merah, hijau, kuning, dan warna-warna mencolok lainnya. Warna-warna ini
sesuai dengan budaya masyarakat Madura yang cenderung pada warna mencolok.
Melambangkan keberanian, kelembutan, dan keceriaan warna pakaian dalam Jaran
Slining dipilih karena sesuai dengan tujuan tarian ini. Dibalut berbagai
aksesoris baik pada jaran atau penunggang, Jaran Slining menjadi hiburan yang
menyenangkan. Kesenian yang dahulu hanya menghibur masyarakat petani kemudian
berkembang dan lestari di tengah lapisan masyarakat Lumajang.
Pembukaan Festival Seni Tari Jaran Slining 2015, ditandai dengan pemukulan gong oleh Bupati Lumajang, Bapak As'ad Malik. |
Namun,
modernisasi yang menderas di Indonesia tidak terkecuali di Kabupaten Lumajang
menciptakan kekhawatiran beberapa kelompok masyarakat Lumajang. Budaya barat
yang hadir berurutan melunturkan kecintaan generasi muda
terhadap budaya dan kesenian daerahnya, termasuk kesenian Jaran Slining. Untuk
menyelamatkan dan melestarikan seni tari khas Lumajang ini maka dilaksanakanlah
Festival Seni Tari Jaran Slining 2015. Diprakarsai oleh Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Lumajang festival ini digelar pada hari Minggu, 15 Maret
2015. Bertempat di Pentas Budaya Kawasan Wonorejo Terpadu, festival ini
berhasil menarik minat masyarakat Lumajang terhadap Jaran Slining. Acara
dimulai pukul 13.00 dan diawali oleh penampilan dari CIO Indonesian Arts Culture yang membawakan Tari Meruang Waktu.
Kemudian disusul dengan lagu Lumajang Sayang yang dinyanyikan oleh Paguyuban
Duta Wisata Cak dan Yuk Kabupaten Lumajang. Pra Acara ditutup dengan Tari Remo
oleh perwakilah STKW Surabaya (Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya).
Memasuki acara inti, Sanggar Diamond Arts
Perform berkesempatan untuk membuka acara dengan tariannya. Festival yang
dibuka secara resmi oleh Bapak Bupati Lumajang ini
diikuti oleh 39 peserta dari berbagai sanggar di Kota Pisang. Ditandai dengan
pemukulan gong festival dimulai, bergantian sesuai dengan nomor urut seluruh
peserta menari mengikuti irama musik yang rancak. Meski hujan deras turun
selama pelaksanaan festival tidak menyurutkan semangat para peserta untuk
menampilkan yang terbaik.
Parade seluruh peserta |
Festival ini digelar dengan
harapan mampu menjadikan Jaran Slining sebagai tonggak budaya Kabupaten Lumajang.
Berbagai usaha dilakukan agar kesenian khas Lumajang ini tidak mengalami kepunahan. Menyelamatkannya dari modernisasi dan
menanamkan kecintaan generasi muda terhadap kesenian bangsanya adalah tugas
wajib bagi seluruh masyarakat Lumajang. Sebab, kesenian khas negeri kita adalah
aset bangsa yang tak ternilai harganya. Kekayaan akan budaya juga harus diimbangi
dengan kecintaan bangsa terhadap budayanya sendiri. Jaran Slining adalah salah
satu contoh aset bangsa yang patut untuk dijaga dan dilestarikan. Mengenal,
mencintai, dan bangga terhadap kebudayaan nusantara merupakan salah satu balas
budi terhadap Indonesia. Kita bangsa Indonesia, lahir di tanahnya, minum
airnya, makan tumbuhannya cukuplah membalas budi dengan menyelamatkan budayanya
dari kepunahan. Kenali dan cintai budaya bangsa kita agar tidak lapuk dan
hanyut oleh modernisasi dunia. Salam Budaya!
Berikut ini beberapa foto peserta Festival Seni Tari Jaran Slining 2015
taken by @priskideanasti |
taken by @priskideanasti |
taken by @priskideanasti |
Sumber Informasi :
1. Ibu Arias Purwantini
2. Bapak Wahyu Dianto
3. Bapak Antony S.Sn
sumber:http://sasmithaarofa.blogspot.com/2015/05/jaran-slining-tonggak-budaya-kota.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar